10 Prinsip Hidup Orang Jepang yang Terus Membawa Mereka Pada Kemakmuran dan Kemajuan
PRINSIP HIDUP ORANG JEPANG - Seperti yang kita ketahui bahwaJepang merupakan negara maju yang sangat berpengaruh didunia. Dibalik kesuksesan tersebut pastilah terdapat prinsip – prinsip yang mereka pegang teguh. Kita tahu bahwa bom Hiroshiama – Nagasaki dangempa bumi tsunami merupakan cobaan negara yang memakan begitu banyak korban dan kerusakan negara yang begitu serius. Kerusakan tersebut berdampak pada perekonomian mereka. Namun, bagaimana caranya mereka dapat bangkit dan terus menjadi negara maju yang sangat berpengaruh didunia.
Mari kita simak beberapa prinsip hidup orang Jepang yang mampu terus membawa mereka pada kemakmuran dan kemajuan:
1. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pemimpin yang terlibat korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Budaya malu ini merupakan budaya yang menunjukkan jati diri bangsa Jepang itu sendiri. Bisakah Indonesia mengadopsi prinsip seperti ini juga?
2. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Bahkan seorang anak TK sudah harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Biasanya mereka mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang nantinya akan mereka kembalikan di bulan berikutnya.
Budaya kerja parh waktu di Jepang sudah menjadi hal wajib yang dirasakan setiap siswa SMA di sana. Rata – rata dari anak Jepang memnuhi segala kebutuhan mereka dari bekerja paruh waktu. termasuk untuk pergi jalan – jalan keluar negeri untuk mengisi waktu liburan juga menggunakan uang kerja paruh waktu bukan meminta dari orang tua mereka. Hal ini merupakan prinsip yang baik untuk diadopsi oleh remaja – remaja Indonesia.
3. Pantang menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).
Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Sama seperti Honda yang berulang kali gagal dalam mencipktakan kendaraan bermesinnya, Honda juga terus menerapkan prinsip kegagalan ini dala hidupnya sehingga dia menjemput kesuksesannya yang sampai hari ini di akui oleh seluruh negeri.
4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Karna sugesti yang ditanam dalam diri karyawan Jepang adalah, kesuksesan sebauh perusahaan adalah tanggung jawab bersama, karna pemilik perusahan buakn hanya bos besar saja, perusahan merupakan sebuha rumah milik bersama yang menjadi tanggung jwab bersama untuk terus dikembangkan. Oleh sebab itulah loyalitas karyawan di Jepang sangatlah tinggi dibandingkan Negara lain.
5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Buka menciplak api mengembangkan sebuah ilmu yang sudah ada. Oleh karena itu bangsa Jepang sangat keratif dengan penemuan – penemuan mereka yang bahkan tidak terpikirkan oleh bangsa lain.
6. Kerja keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
Kebiasaan bekerja dengan jumlah waktu yang cukup banyak membuat orang Jepang menjadi jarang pulang kerumah, bisa dikatakan waktu yang dihabiskan di rumah jauh lebih sedikit dari yang mereka habiskan di kantor. Prinsip kerja keras ini juga menimbulkan sisi negatifnya, karena terlalu banyak bekerja dan stress tak jarang dari para karywan bunuh diri karena tertekan.
7. Jaga tradisi, menghormati orang tua dan Ibu Rumah Tangga
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari Anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Wanita yang sudah menikah memang harus berada di rumah untuk menjaga anak dan mendidik mereka. Pekerjaan rumahpun seluruhnya dikerjakan sendiri, sangat jarang dari orang Jepang yang mempekerjaka seorang asisten rumah tangga. Sudah menjadi kodratnya seorang wanita ketika sudah menikah untuk berda dirumah mendidik dan mangatur keluarga dengan baik. Oleh sebab itu saat ini jumlah pasangan yang menikah di Jepang menjadi turun drastis.
8. Budaya baca
Jangan kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran.Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.
Budaya yang satu ini memang sudah mendarah daging di Jepang. Tidak peduli berapapun usia mereka budaya membaca sudah menjadi kebiasaan. Oleh karena itu masyarakat Jepang tidak pernah ketinggalan beria – berita yang sedang hangat dibiacarakan setiap harinya.
9. Hidup hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, mungkin kita sedikit heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30, dan ternyata sebelum tutup itu pihak supermarket memotong harga hingga setengahnya. Hidup minimalis juga sering diterapkan sebagai gaya hidup masyarakat Jepang. Hidup minimalis maksudnya dengan memperkecil penggunaan barang – barang didalam rumah mereka. Dengan begitu, mereka menjadi lebih bijak dalam membeli sebuah barang. Mereka akan benar – benar memperhitungkan apakah benda tersebut sangat dibuthkan dalam kehidupan rumah tangga atau tidak. Mereka tidak akan membeli barang dan hanya didiamkan didalm rumah.
10. Kerjasama kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.
Ada anekdot mengatakan bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”.
Begitulah prinsip – prinsip hebat masyrakat Jepang yang dapat kamu adopsi dan pastinya mendatangkan banyak manfaat dalam hidupmu. Tidak ada salahnya kita mengadopsi budaya bagsa lain selama budaya tersebut membawa perubahan baik dalma kehiudpan. Agama menganjurkan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Jadi, mulailah adopsi salah satu prinsip di atas ya teman – teman.
Mari kita simak beberapa prinsip hidup orang Jepang yang mampu terus membawa mereka pada kemakmuran dan kemajuan:
1. Malu
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu ketika mereka kalah dalam pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit berubah ke fenomena “mengundurkan diri” bagi para pemimpin yang terlibat korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak naik kelas. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan umum. Budaya malu ini merupakan budaya yang menunjukkan jati diri bangsa Jepang itu sendiri. Bisakah Indonesia mengadopsi prinsip seperti ini juga?
2. Mandiri
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Bahkan seorang anak TK sudah harus membawa 3 tas besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Biasanya mereka mengandalkan kerja part time untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka “meminjam” uang ke orang tua yang nantinya akan mereka kembalikan di bulan berikutnya.
Budaya kerja parh waktu di Jepang sudah menjadi hal wajib yang dirasakan setiap siswa SMA di sana. Rata – rata dari anak Jepang memnuhi segala kebutuhan mereka dari bekerja paruh waktu. termasuk untuk pergi jalan – jalan keluar negeri untuk mengisi waktu liburan juga menggunakan uang kerja paruh waktu bukan meminta dari orang tua mereka. Hal ini merupakan prinsip yang baik untuk diadopsi oleh remaja – remaja Indonesia.
3. Pantang menyerah
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang menyerah. Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambah dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo, ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen).
Akio Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Sama seperti Honda yang berulang kali gagal dalam mencipktakan kendaraan bermesinnya, Honda juga terus menerapkan prinsip kegagalan ini dala hidupnya sehingga dia menjemput kesuksesannya yang sampai hari ini di akui oleh seluruh negeri.
4. Loyalitas
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Karna sugesti yang ditanam dalam diri karyawan Jepang adalah, kesuksesan sebauh perusahaan adalah tanggung jawab bersama, karna pemilik perusahan buakn hanya bos besar saja, perusahan merupakan sebuha rumah milik bersama yang menjadi tanggung jwab bersama untuk terus dikembangkan. Oleh sebab itulah loyalitas karyawan di Jepang sangatlah tinggi dibandingkan Negara lain.
5. Inovasi
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat. Buka menciplak api mengembangkan sebuah ilmu yang sudah ada. Oleh karena itu bangsa Jepang sangat keratif dengan penemuan – penemuan mereka yang bahkan tidak terpikirkan oleh bangsa lain.
6. Kerja keras
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun).Seorang pekerja Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan “agak memalukan” di Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk “yang tidak dibutuhkan” oleh perusahaan.
Kebiasaan bekerja dengan jumlah waktu yang cukup banyak membuat orang Jepang menjadi jarang pulang kerumah, bisa dikatakan waktu yang dihabiskan di rumah jauh lebih sedikit dari yang mereka habiskan di kantor. Prinsip kerja keras ini juga menimbulkan sisi negatifnya, karena terlalu banyak bekerja dan stress tak jarang dari para karywan bunuh diri karena tertekan.
7. Jaga tradisi, menghormati orang tua dan Ibu Rumah Tangga
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari Anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki, maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta maaf duluan.
Wanita yang sudah menikah memang harus berada di rumah untuk menjaga anak dan mendidik mereka. Pekerjaan rumahpun seluruhnya dikerjakan sendiri, sangat jarang dari orang Jepang yang mempekerjaka seorang asisten rumah tangga. Sudah menjadi kodratnya seorang wanita ketika sudah menikah untuk berda dirumah mendidik dan mangatur keluarga dengan baik. Oleh sebab itu saat ini jumlah pasangan yang menikah di Jepang menjadi turun drastis.
8. Budaya baca
Jangan kaget kalau Anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku atau koran.Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di densha untuk membaca.
Budaya yang satu ini memang sudah mendarah daging di Jepang. Tidak peduli berapapun usia mereka budaya membaca sudah menjadi kebiasaan. Oleh karena itu masyarakat Jepang tidak pernah ketinggalan beria – berita yang sedang hangat dibiacarakan setiap harinya.
9. Hidup hemat
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa awal mulai kehidupan di Jepang, mungkin kita sedikit heran dengan banyaknya orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30, dan ternyata sebelum tutup itu pihak supermarket memotong harga hingga setengahnya. Hidup minimalis juga sering diterapkan sebagai gaya hidup masyarakat Jepang. Hidup minimalis maksudnya dengan memperkecil penggunaan barang – barang didalam rumah mereka. Dengan begitu, mereka menjadi lebih bijak dalam membeli sebuah barang. Mereka akan benar – benar memperhitungkan apakah benda tersebut sangat dibuthkan dalam kehidupan rumah tangga atau tidak. Mereka tidak akan membeli barang dan hanya didiamkan didalm rumah.
10. Kerjasama kelompok
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok tersebut.
Ada anekdot mengatakan bahwa “1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang professor Amerika, namun 10 orang professor Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok”.
Begitulah prinsip – prinsip hebat masyrakat Jepang yang dapat kamu adopsi dan pastinya mendatangkan banyak manfaat dalam hidupmu. Tidak ada salahnya kita mengadopsi budaya bagsa lain selama budaya tersebut membawa perubahan baik dalma kehiudpan. Agama menganjurkan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik setiap harinya. Jadi, mulailah adopsi salah satu prinsip di atas ya teman – teman.